Polusi
udara di Jakarta adalah yang terparah di seluruh Indonesia, sampai-sampai
sebagian warga Jakarta memberikan julukan "kota polusi" kepadanya.
Munculnya julukan tersebut tentu bukan tanpa alasan sama sekali. Data-data di
bawah ini bisa memberikan gambaran tentang parahnya polusi udara di Jakarta.
Pertama,
dalam skala global, Jakarta adalah kota dengan tingkat polusi terburuk nomor 3
di dunia (setelah kota di Meksiko dan Thailand). Kedua, masih dalam skala
global, kadar partikel debu (particulate matter) yang terkandung dalam udara
Jakarta adalah yang tertinggi nomor 9 (yaitu 104 mikrogram per meter kubik)
dari 111 kota dunia yang disurvei oleh Bank Dunia pada tahun 2004. Sebagai
perbandingan, Uni Eropa menetapkan angka 50 mikrogram per meter kubik sebagai
ambang batas tertinggi kadar partikel debu dalam udara. Ketiga, jumlah hari
dengan kualitas tidak sehat di Jakarta semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2002, Jakarta dinyatakan sehat selama 22 hari, sedangkan pada tahun
2003, Jakarta dinyatakan sehat hanya selama 7 hari. Lebih lanjut, berdasarkan
penelitian Kelompok Kerja Udara Kaukus Lingkungan Hidup, pada tahun 2004 dan
2005, jumlah hari dengan kualitas udara terburuk di Jakarta jauh di bawah 50
hari. Namun pada tahun 2006, jumlahnya justru naik di atas 51 hari. Dengan
kondisi seperti itu, tidak berlebihan jika Jakarta dijuluki "kota polusi"
karena begitu keluar dari rumah, penduduk Jakarta akan langsung berhadapan
dengan polusi.
Penyebab
paling signifikan dari polusi udara di Jakarta adalah kendaraan bermotor yang
menyumbang andil sebesar ±70 persen. Hal ini berkorelasi langsung dengan perbandingan
antara jumlah kendaraan bermotor, jumlah penduduk dan luas wilayah DKI Jakarta.
Berdasarkan data Komisi Kepolisian Indonesia, jumlah kendaraan bermotor yang
terdaftar di DKI Jakarta (tidak termasuk kendaraan milik TNI dan Polri) pada
bulan Juni 2009 adalah 9.993.867 kendaraan, sedangkan jumlah penduduk DKI
Jakarta pada bulan Maret 2009 adalah 8.513.385 jiwa. Perbandingan data tersebut
menunjukkan bahwa kendaraan bermotor di DKI Jakarta lebih banyak daripada
penduduknya. Pertumbuhan jumlah kendaraan di DKI Jakarta juga sangat tinggi,
yaitu mencapai 10,9 persen per tahun. Angka-angka tersebut menjadi sangat
signifikan karena ketersediaan prasarana jalan di DKI Jakarta ternyata belum
memenuhi ketentuan ideal. Panjang jalan di DKI Jakarta hanya sekitar 7.650
kilometer dengan luas 40,1 kilometer persegi atau hanya 6,26 persen dari luas
wilayahnya. Padahal, perbandingan ideal antara prasarana jalan dan luas wilayah
adalah 14 persen. Dengan kondisi yang tidak ideal tersebut, dapat dengan mudah
dipahami apabila kemacetan makin sulit diatasi dan pencemaran udara semakin
meningkat.
Penyebab
lain dari meningkatnya laju polusi di Jakarta adalah kurangnya ruang terbuka
hijau (RTH) kota. RTH kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces)
suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi
(endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung
yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan,
kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan. RTH kota memiliki banyak
fungsi, di antaranya adalah sebagai bagian dari sistem sirkulasi udara
(paru-paru kota), pengatur iklim mikro, peneduh, produsen oksigen, penyerap air
hujan, penyedia habitat satwa, penyerap polutan media udara, air dan tanah,
serta penahan angin. Kurangnya RTH kota akan mengakibatkan kurangnya kemampuan
ekosistem kota untuk menyerap polusi.
Reaksi
Masyarakat
Dalam kondisi yang tidak bersahabat
tersebut tentu saja mengundang berbagai reaksi atau respon dari masyrakat.
Respon tersebut dapat berupa :
- Melihat kondisi udara di ibu kota negara kita ini sudah sangat tercemar, reaksi masyarakat di Jakarta melihat kondisi tersebut adalah dengan menggunakan masker yang dapat mengurangi mengurangi rasa tidak nyaman ketika menghirup nafas karena cuaca yang sudah tercemar asap kendaraan bermotor dan juga untuk mencegah timbulnya berbagai penyakit yang ditimbulkan akibat asap kendaraan ini.
- Selain menggunakan masker, masyarakat juga beraksi dengan mengaspirasikan suaranya kepada pemerintah DKI Jakarta untuk membatasi jumlah kendaraan bermotor di wilayah Jakarta karena salah satu penyebab utama dari pencemaran udara di Jakarta adalah jumlah kendaraan bermotor melebihi kapasitas penduduk Jakarta itu sendiri atau juga masyarakat dapat menyuarakan untuk menggunakan bahan bakar alternatif untuk kendaraan bermotor baik itu untuk kendaraan pribadi ataupun umum yang lebih ramah lingkungan sehingga tidak menimbulkan polusi.
- Apabila pemerintah belum bisa merealisasikan aspirasi masyarakat tersebut, masyarakat juga dapat bereaksi secara mandiri dengan menggerakan penanaman jalur hijau dijalan – jalan utama dikota Jakarta, sehingga asap kendaraan bermotor dapat disaring oleh pepohonan yang bisa mengurangi polusi di kota Jakarta, mengingat Ruang Terbuka Hijau (RTH) sangat kurang, jalur hijau ini dapat menjadi alternatif yang cukup bagus.
Hasil
dari pencemaran.
Hasil dari pencemaran udara ini
tentunya bersifat negatif karena sangat merugikan bagi masyarakatnya.Salah
satunya yang merugikan adalah dari segi kesehatan. Penyakit yang dapat
ditimbulkan dari pencemaran udara ini antara lain :
- Kanker paru – paru dan kanker liver (hati).
- Bronchitis, ashma, dan gangguan nafas.
- Iritasi mata, iritasi pada selaput lendir di hidung, dan iritasi kulit
- Sakit kepala, tenggorokan kering, dan batuk.
Selain
berbahaya bagi kesehatan, pencemaran akibat asap kendaraan bermotor ini pun
dapat berdampak pada lingkungan seperti :
- Aspek rumah kaca.
Dapat
menyebabkan peningkatan panas di bumi karena gas – gas dalam rumah kaca seperti
uap air dan karbondiosida tidak terlepas ke angkasa luar melainkan terperangkap
didalam lapisan bumi.
- Penipisan lapisan ozon.
Zat
– zat dalam asap kendaraan bermotor dapat menyebabkan tipis dan
berlubangnya lapizan ozon sehingga
menyebabkan Global Warming dan juga meningkatkan jumlah penyakit kanker kulit,
penyakit katarak, kanker kulit, menurunkan immunitas tubuh serta produksi pertanian
dan perikanan.
- Hujan asam.
Pendapat
secara psikologis.
Menurut saya pribadi, pencemaran
udara akibat asap kendaraan bermotor ini dapat berdampak secara psikologis bagi
masyarakatnya, gangguan yang dapat ditimbulkan antara lain :
- Gangguan emosional.
Gangguan
emosional tersebut antara lain kejengkelan dan kebingungan. Suasana yang tidak
nyaman tersebut menyebabkan orang-orang mudah merasa jengkel terhadap suasana
di sekitarnya yang dapat mengakibatkan terganggunya hubungan interpersonal
dengan orang lain, seperti mudah emosi bila orang lain melakukan kesalahan atau
bercanda dengan kita.
- Gangguan gaya hidup.
Gaya
hidup orang-orang yang tinggal di sekitar tempat terjadinya pencemaran dapat
terganggu. Contohnya yaitu gangguan tidur atau istirahat, selain itu
orang-orang yang tinggal di tempat yang sekitarnya terdapat pencemaran juga
menjadi mudah kehilangan konsentrasi sehingga orang tersebut menjadi sulit
untuk berkonsentrasi.
- · Gangguan kecerdasan.
Hal
ini biasanya terjadi pada anak-anak di bawah umur yang sedang dalam usia
pertumbuhan. Awal mulanya ketika masih bayi sering menghirup ataupun
mengkonsumsi zat-zat berbahaya lainnya sampai di luar batas kewajaran karena di
sekitar tempat tinggalnya terdapat pencemaran lingkungan. Sewaktu masih bayi
gangguan ini masih sulit untuk di deteksi dan gangguan kecerdasan ini mulai
tampak ketika anak tersebut mulai memasuki kehidupan sekolahnya.
- · Gangguan kejiwaan.
Asap
kendaraan bermotor juga dapat berimbas pada kejiwaan, salah satu contohnya
adala stress. Dengan kondisi keadaan Jakarta yang sering macet dan asap
kendaraan yang melebihi batas dapat menyebabkan orang menjadi stress dalam
memulai aktivitasnya.